Oleh : Muhammad Sufyan Juliandi Indra Jaya, S.Ak, M.Ak (masyarakat sipil)
Albert Camus, penulis dan filsuf Prancis mengingatkan kita bahwa "di tengah gemuruh kekuasaan, kebaikan sering kali tersisih. Namun, seperti bintang yang bersinar dalam kegelapan, kejujuran tak pernah benar-benar padam." Pernyataan ini relevan dengan konteks pilkada saat ini yang menarik perhatian luas.
Pemilihan Kepala Daerah bukan hanya sekadar ajang politik, ini adalah momen penting yang akan menentukan arah masa depan suatu daerah. Pilkada kali ini menarik perhatian karena melibatkan dinamika politik yang kompleks diantara; Incumbent yang berusaha mempertahankan posisinya, mantan koalisi yang ingin bangkit kembali, serta pendatang baru yang berambisi merebut hati pemilih. Mari kita telusuri betapa sengitnya pertarungan ini, akankah masyarakat NTB ingin melanjutkan kepemimpinan yang ada atau memberi kesempatan bagi harapan baru?.
*Pendatang Baru dalam Arena Politik*
Keberadaan Lalu Muhamad Iqbal telah menawarkan wajah baru dalam politik NTB, dengan strategi-strategi inovatif dan pendekatan yang dapat mengguncang peta politik yang ada. Pendatang baru, bisa kita katakan, sering kali merupakan kejutan besar. Seorang birokrat murni mantan Duta Besar Turki, yang maju sebagai calon gubernur NTB. Bersama Umi Dinda (Bupati Bima) mereka menggelar deklarasi yang dihadiri ribuan orang di kota Mataram, menunjukkan potensi dalam menarik dukungan.
Pendatang baru juga sering menjadi harapan bagi pemilih yang merasa kecewa dengan incumbent. Iqbal-Dinda mengusung kolaborasi serasi yang memiliki potensi untuk mengubah lanskap politik secara drastis. Benar saja, Lalu Muhamad Iqbal dan Umi dinda merupakan representasi dari 2 pulau besar di NTB, kolaborasi antara seorang birokrat dan politisi.
*Dinamika dan Prediksi Pedagang Minyak*
NTB telah mengalami berbagai perubahan signifikan dalam peta politiknya. Salah satu pilkada yang paling berkesan adalah pemilihan tahun 2018, dimana pergeseran politik yang cukup dramatis terjadi. NWDI sebagai organisasi terbesar yang memimpin di NTB sejak era Tuan Guru Bajang, digantikan oleh Dr. Zul, politisi asal sumbawa. Calon dari NWDI kemudian maju diwakili oleh Umi Rohmi yang menjadi wakil gubernur dari Dr. Zul tersebut.
Namun di pertarungan pilkada kali ini, koalisi yang dulunya kuat justru terpecah. Umi Rohmi mantan wakil gubernur, maju sendiri sebagai calon gubernur. Di balik semua ini, NWDI tampak ingin kembali berkuasa dengan mengusung Umi Rohmi sebagai calon pemimpin perempuan pertama. Meskipun menawarkan basis dukungan organisasi yang kuat dan solid, gagasan konkrit yang diajukan masih perlu ditunjukkan.
Teringat cerita seseorang tentang pedagang minyak sumbawa 3 tahun lalu. Ia memprediksi tentang pilkada yang akan datang. Pertama, ia berpendapat bahwa incumbent di periode ini tidak akan mampu melanjutkan kepemimpinannya. Meskipun prediksi ini belum sepenuhnya terwujud. Namun, ramalan kedua menyatakan bahwa incumbent dan pasangannya akan mengalami perselisihan, yang terbukti dengan runtuhnya koalisi yang dibangun hanya dalam satu periode. Walau ramalan bukanlah ilmu pasti, terkadang kebenarannya dapat terungkap seiring waktu berjalan.
Di sisi lain, kinerja Dr. Zul sebagai incumbent patut dicermati. Kepemimpinannya telah melewati banyak tantangan, mulai dari bencana alam hingga pandemi. Program-program pro-rakyat yang diluncurkan, seperti beasiswa dan penyelenggaraan event internasional, masih menjadi sorotan. Namun saat melihat dinamika hari ini, sepertinya Dr. Zul tetap menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya. Ini memberikan gambaran jelas tentang perjalanan seorang politisi kawakan yang layak untuk disimak.
*Persaingan Sengit di Pilkada NTB*
Persaingan di pilkada NTB semakin sengit dengan tiga kekuatan utama; incumbent (Dr. Zul), mantan koalisi yang diwakili Umi Rohmi, dan pendatang baru (Lalu Muhamad Iqbal). Persaingan di pilkada NTB sepertinya akan semakin ketat. Hasil akhir sangat bergantung pada kemampuan masing-masing kandidat dalam berkomunikasi dengan publik dan menangani isu-isu yang ada.
Kandidat petahana yakni Dr. Zul menghadapi banyak rintangan dalam mempertahankan posisinya, meskipun telah meluncurkan sejumlah program yang ada. Umi Rohmi, mantan wakil gubernur, muncul dengan dukungan organisasi besar "NWDI," namun gagasan konkrit dari visinya masih perlu dijelaskan lebih lanjut. Sementara itu, Lalu Muhamad Iqbal memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pengelolaan daerah sebelumnya, menawarkan visi harapan baru untuk peningkatan kesejahteraan dan pengelolaan pemerintahan yang lebih baik.
Berdasarkan survei LSI bulan Juli di laman Detikcom, elektabilitas Lalu Muhamad Iqbal sedang berada di puncak dengan keunggulan 22%, sementara Dr. Zul 21,5%, dan Umi Rohmi 21%. Pertarungan ini masih akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan, dengan dinamika dukungan yang terus berubah-ubah.
Pilkada NTB bukan hanya sekedar pemilihan, melainkan juga pertarungan ide dan harapan. Masyarakat kini dihadapkan pada pertanyaan penting; Apakah NTB akan melanjutkan kepemimpinan yang ada ataukah membuka peluang bagi harapan baru? Akankah Umi Rohmi hanya akan mengandalkan kekuatan organisasinya, ataukah ia akan tampil sebagai pemimpin perempuan yang membawa visi inovatif? Menarik untuk kita saksikan.
Komentar0