Oleh: Astar Hadi
(Pemerhati dan Penikmat Sepakbola)
Lamine Yamal, anak 16 tahun ini membuat saya sungguh terpikat akan aksinya di Euro ini. Sedikit pun tak tampak pada dirinya sosok bocah "bawah umur". Ketenangan, kematangan, insting, akselarasi, agilitas, juga kecakapannya dalam olah bola, menunjukkan ia sedang berada di usia puncak untuk ukuran pesepakbola.
Benar kelakar David Beckham. Pemain Timnas Spanyol ini perlu diperiksa KTP-nya karna ada potensi pemalsuan umur. "Jangan-jangan usianya sudah 25 tahun", guyon suami mantan personil Spice Girl tersebut.
Lepas dari itu, permainan pasukan Matador memang dalam top performance dari babak penyisihan hingga semifinal kemarin. Mereka membuat Tim Ayam Jantan Perancis yang juga menjadi salah satu kandidat kuat juara tak mampu berkokok. Tiki Taka memaksa anak asuh Didier Descham melupakan mimpi mereka mengangkat trofi Piala Eropa.
Jadi wajar jika negara asal Duel El-Classico yang mendunia ini digadang-gadang sebagai yang paling berpeluang menang di Final pada laga Ahad dinihari yang akan datang. Benarkah?!
Nanti dulu. Masih ada Inggris yang diklaim sebagai pemilik kasta tertinggi kiblat sepakbola dunia dengan Premiere League-nya siap melumpuhkan trengginasnya sang Matador.
Harry Kane dkk melaju hingga babak final memang dengan langkah yang terbilang "terseok-seok". Mereka belum menunjukkan permainan yang layak disebut world class. Permainan mereka "biasa-biasa saja" dan cenderung membosankan.
Betapa tidak. Di babak penyisihan mereka hanya menang 1-0 atas negara antan berantah Serbia. Ditahan imbang 0-0 si "Anak Bawang" Slovenia. Dan, cuma mampu berbagi skor 1-1 dengan Tim Dinamit Denmark.
Di babak perdelapan final, sama saja. Permainan The Three Lions sama sekali tak menunjukkan aura ganasnya Liga Inggris. Ketinggalan terlebih dulu, lalu bisa menyelesaikan perlawanan negara tanpa peta Slovakia setelah babak perpanjangan waktu 2x15 menit dengan skor 2-1. Mereka pun beruntung mendapat hoki atas Swiss setelah hanya unggul melalui adu penalti di perempat final.
Titik balik kebangkitan permainan terjadi di Babak Semifinal dini hari tadi. Negeri United Kingdom tersebut tampil cukup gagah. Performance Bellingham dkk menemukan gairahnya justru saat menghadapi tim dengan kekuatan semua lini cukup berimbang.
Melawan Belanda yang memiliki talenta-talenta muda berbakat, di situlah mereka tunjukkan kualitas Liga Primer dengan Speed and Power khas yang membuat Liganya nomor satu dunia. Mereka membuat Virgil Van Djik dkk harus mengakui strata permainan Negeri Ratu Elizabeth itu setingkat lebih baik. Timnas Pusat pun terpaksa merelakan asa besar mereka berlaga di final Berlin.
Final "ideal" dua kiblat utama Liga sepak bola dunia bertemu. Spanyol dan Inggris akan saling menantang sebagai jawara Eropa. Yin dan Yang, Singkang dan Iweekang, antara tarian gemulai Tiki Taka versus terjangan Speed and Power akan saling beradu.
Siapakah yang akan lebih unggul?!
Tak mudah untuk menebaknya. Tapi kali ini, saya mengungguli Tiga Singa yang akan mengaum di podium juara.
Penguasaan lini tengah sangat mungkin akan didominasi punggawa-punggawa Negeri Andalusia dengan umpan-umpan pendeknya. Namun, kali ini sang peracik taktik Inggris sangat mungkin memainkan pertahanan tinggi mengandalkan kekuatan fisik dan kecepatan serta permainan yang sewaktu-waktu memanfaatkan bola-bola udara untuk menekan gaya Tiki Taka Spanyol tidak berkembang.
Saya pikir, Anak asuh Southgate akan mampu meredam tarian Lamine Yamal dkk untuk membawa kembali "football coming home". Inilah momentum terbaik mereka memenangkan Piala Eropa untuk pertama kalinya.
Komentar0