BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Mirah Midadan Fahmid Tidak Memenuhi Syarat Calon


Sidang perdana PHPU Nomor : 05-18/PHPU-DPD/XXII/2024 telah dilaksanakan pada (02/05/2024) di Gedung Mahkamah Konstitusi dan dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitus RI  Prof. Saldi Isra sekaligus sebagai Ketua Panel 2. 

Pada persidangan sebelumnya, Suhardi, SH., selaku Kuasa Hukum Pemohon TGH. Lalu Gede Muhamad Ali Wirasakti Amir Murni, M.A, menerangkan jika permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta tidak sebatas pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, melainkan juga berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kualitatitif.

"Permohonan yang kami sampakan tersebut tidak an-sih berbicara soal selisih perloehan suara calon anggoata DPD RI  melainkan berkenaan dengan kedudukan syarat calon perseorangan atas nama Mirah Midadan Fahmid No Urut 11 yang telah mendaftarkan diri sebagai peserta perseorangan dengan melampirkan domisili dan daftar pemilih tetap (DPT) pada TPS  32 Kota Makassar," ungkapnya kepada matanusantara.com, Kamis (9/5/2024).

Padahal imbuh Suhardi berdasarkan metode penafsiran sistematis dan bahkan semangat pembentuk UU  calon perseorangan harus terdaftar pada daerah pemilihan bersangkutan yakni pada daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat. 

Secara terpisah, D. A. Malik, SH., MH., yang juga selaku Kuasa Hukum Pemohon mengemukakan bahwa terdaftarnya Mirah Midadan Fahmid Calon DPD NTB No Urut 11 di luar pemilihan Nusa Tenggara Barat jelas telah melanggar asas ergo omnes yang dalam bahasa latinnya berarti berlaku untuk setiap orang (toward everyone) atau negara tanpa perbedaan dapat dilaksanakan dan ditegakkan terhadap setiap orang atau Lembaga secara langsung tanpa menunggu adanya putusan dari pejabat yang berwenang. 

DA Malik menerangkan bahwa pengejawantahan dari pasal ini dapat ditemukan pada ketentuan pada pasal 10 ayat (1) UU No. 8 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang berbunyi putusan MK bersifat final dan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. 

Sifat final ini mengacu pada daya ikat kepada siapa saja tanpa terkecuali termasuk terhadap penyelenggara pemilihan umum republic Indonesia dan atau badan badan hukum lainnya. Implementasi dari ketentuan tersebut juga telah tegas diatur di dalam kontitusi Republik Indonesia pada pasal 24 huruf C ayat (1) UUD 1945 yang pada prinsipnya mengandung asas ergo omnes yakni sifat putusan MK memliki akibat hukum secara langsung kepada semua pihak.

Berangkat dari prinsip dasar di atas, yang kemudian dihubungkan dengan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang di dalam putusannya, mahkamah juga telah menyadur putusan Nomor 10/PUU-VI/2008, bertanggal 1 Juli 2008 paragraf [3.18.1] huruf f  halaman 205-206, dikemukkan bahwa  bahwa pertama DPD merupakan representasi daerah (territorial representation) yang membawa dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah, kedua dengan berpegang teguh pada maksud asli (original intent) perumus Undang-Undang Dasar  bahwa  pembentukan DPD sebagai refresentatif  perwujudan kehendak rakyat (the will of the people) yang secara hakiki  keberadaan DPD  dilandasi oleh pemikiran untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan-keputusan politik yang langsung berkait dengan aspirasi dan kepentingan daerah dalam pengambilan keputusan politik sebagai bagian dari constitutional engineering. 

"Ketiga Anggota DPD didesain berasal dari tokoh-tokoh daerah yang sungguh-sungguh memahami kebutuhan daerahnya dan memiliki kemampuan untuk (bersama-sama dengan tokoh-tokoh dari daerah lain) menyuarakan dan memperjuangkan kebutuhan itu dalam pengambilan Keputusan politik nasional," bebernya.

Dikatakan, berangkat dari asas ergo emnes dan putusan mahkamah konstitusi di atas, maka terhadap keberadaan calon anggota DPD terpilih atas nama Mirah Midadan Fahmid No Urut 11 yang nota bene bukan merupakan keterwakilan daerah nusa Tenggara barat disebabkan karena domisili dan berasal dari daerah pemilihan  pada TPS  32 Kota Makassar, maka hal ini sangat beralasan hukum jika seharusnya komisi pemilihan umum menyatakan bahwa Mirah Midadan Fahmid tidak memenuhi syarat calon. 

Akan tetapi katanya lagi, sebagaimana keterangan Komisi Pemilihan Umum RI dalam jawabanya yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim MK pada tanggal 8 Mei 2024 mengemukakn bahwa syarat pencalonan memenuhi syarat pencalonan yakni terdaftar sebagai pemilih walaupun calon yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai pemilih di daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat.

"Bahwa terhadap jawaban yang disampikan oleh termohon dalam hal ini komisi pemilihan umum RI jelas telah abai terhadap penerapan asas territorial representation yang terkandung dalam putusan mahkamah konstitusi putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diputus pada tanggal 18 Juli 2018 serta melanggar prinsip prinsip ergo omnes yang nota bena merupakan asas universal yang berlaku pada putusan Mahkamah Konstitusi RI serta telah melakukan penalaran hukum diluar prinsip “organon” yang diperkenalkan oleh Filsuf Aristoteles yang secara prinsip rancang bangun organon sebagai bentuk kegiatan berfikir melalui logika formal dan metodologi ilmiah dalam memberikan landasan yang kokoh bagi  alat penalaran hukum," tukasnya.

Di samping itu, kendati Pemohon memahmi, secara prosedural jika ruang penyelesaian terhadap sengketa proses  pemilihan harus ditempuh melalui upaya hukum yang tersedia di bawaslu pada setiap tingkatan pemilihan, namun hal ini tidaklah dapat dipandang jika pemohon telah melepaskan hak hukum (rechtsverwerking) terhadap persitiwa ini. Mengingat bahwa termohon tidak secara jujur menyampaikan kedudukan saudari Mirah Midadan Fahmid. 

Sehingga jelas hal tersebut melanggar prinsip electoral justice yang di dalam mengandung asas nullus / nemo commendum copere potest de injurea sua propria  atau tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. 

Yang mana prinsip tersebut mengandung aspek procedural - subtansi  dalam penanganan perkara di Mahkamah Konstitusi. 

Sebagaimana diketahui dari situs Mahkamah Konstitusi bahwa Persidangan  lanjutan akan dilaksanakan pada tanggal 21–22 Mei 2024 dengan agenda pembacaan putusan terkait dengan apakah permohonan para pemohon akan  lanjut atau tidaknya  (dismissal) sebagaimana Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Tahapan, Kegiatan, Dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Serta Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. 

"Tentu kami selaku tim kuasa hukum Pemohon, berharap jika permohonan tersebut dapat dilanjutkan sampai pada tahap putusan akhir dan mohon doanya," pungkas Malik singkat.(red)

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.