Dikabarkan, operasi komersial Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) bakal molor. Mengutip Reuters Rabu (7/6/2023), dalam sebuah dokumen internal, Kementerian Perhubungan dan tiga konsultan yakni Mott Macdonald, PwC dan Umbra telah menolak rencana konsorsium untuk memulai operasi komersial penuh proyek senilai US$ 7,3 miliar pada Agustus 2023 dan disarankan dimulai pada Januari 2024. Sementara konsorsium China menginginkan sertifikat kelayakan operasi penuh untuk jalur tersebut, meski stasiun tidak lengkap.
Berdasarkan data yang ada per 25 Mei 2023, pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana KCJB baru mencapai 89 persen. Sedangkan untuk menyelesaikan semua konstruksi diperkirakan baru akan selesai pada 31 Desember 2023. FPKS berkali kali mengingatkan agar Pemerintah tidak memaksakan pengoperasian KCJB sesuai target. Pemerintah mesti cermat untuk meminimalisasi timbulnya risiko, termasuk kecelakaan. Kesalahan perhitungan biaya berdampak pada cost overrun. Tapi kesalahan menetapkan jadwal operasional saat belum siap berdampak pada nyawa manusia penumpang kereta cepat.
FPKS meminta Pemerintah agar taat pada regulasi yang sudah ditetapkan, dimana terdapat berbagai macam persyaratan sebelum dimulainya operasional KCJB. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi pada Pasal 3 menyebutkan bahwa Persyaratan Teknis Kereta Api Kecepatan Tinggi meliputi: a. Persyaratan Teknis jalur (Jalan Rel; jembatan; dan terowongan); b. Persyaratan Teknis Stasiun; dan c. Persyaratan Teknis fasilitas operasi. Semuanya kemudian diperjelas lebih detil dalam Pasal 4 s.d. 39. Demikian dikatakan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama kepada media ini, Kamis (8/6/2023).
"Pada Pasal 40 peraturan di atas disebutkan bahwa setiap Prasarana Perkeretaapian yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan kelaikan teknis dan Kelaikan Operasi, yang dilakukan melalui pengujian. Jika telah memenuhi persyaratan, akan diberikan sertifikat oleh Menteri Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perkeretaapian. Menurut Pasal 41 s.d. 43, untuk Prasarana Perkeretaapian baru, harus dilakukan Uji Pertama yang terdiri dari Uji Rancang Bangun dan Uji Fungsi terhadap jalur, fasilitas operasi, dan Stasiun Kereta Api Kecepatan Tinggi yang dapat dilakukan setelah seluruh Prasarana Perkeretaapian selesai dibangun dan/atau dilakukan secara bertahap pada bagian-bagian tertentu yang sudah selesai dibangun," papar SJP kerab ia disapa ini.
Dilanjutkan, pada Pasal 48 disebutkan bahwa Pengujian Prasarana Perkeretaapian oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perkeretaapian yang dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Balai Pengujian Perkeretaapian. Jika diperlukan, dapat ditunjuk badan hukum atau lembaga yang telah mendapatkan akreditasi untuk melaksanakan Pengujian atau dapat juga bekerja sama dengan lembaga independen, perguruan tinggi dan tenaga ahli baik di dalam negeri maupun luar negeri.
'Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan tersebut, FPKS meminta kepada Pemerintah agar menyelesaikan terlebih dahulu seluruh kegiatan konstruksi, baru kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan sertifikasi penuh. Sebab apabila pengujian dilakukan secara paralel bersamaan dengan penyelesaian konstruksi dikhawatirkan proses pengujian menjadi tidak runut dan tidak teliti," tukasnya.
FPKS mendesak Pemerintah untuk melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Pengujian sebelum operasional KCJB dimulai haruslah sudah memenuhi persyaratan, dan sangat penting melibatkan kerja sama berbagai pihak seperti disebut pada Pasal 48 di atas. Jangan demi kepentingan seremoni atau bahkan kepentingan pencitraan sebelum tahun politik 2024, Pemerintah tega mengabaikan berbagai persyaratan dan keselamatan. Dengan kata lain jika memang belum mampu jangan dipaksakan.(red)
Komentar0