Smart
Farming 4.0: Menuju Era Baru Pertanian Digital
Big
Data, Smart Farming 4.0, dan Petani
Millenial
Penulis: Ni Kadek Ayu Purnami Sari Dewi (Mahasiswa Program Studi D4-Statistika, Politeknik Statistika STIS)
Data merupakan salah satu kekayaan baru
bagi bangsa Indonesisa. Data
statistik yang berkualitas menjadi pondasi bagi kebijakan yang cerdas. Ini menjadi
hal penting bagi semua negara, karena salah satu kesuksesan suatu bangsa
sangat ditentukan dari ketersediaan data yang berkualitas dalam arti akurat, lengkap, up to
date, dan relevan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS RI, Bapak Setianto S.E,M.Si dalam memperingati Hari
Statistik Nasional ke-26 “Statistik bukan sekedar angka, tetapi kunci menuju kesuksesan
dan kesejahteraan”.
. Badan
Pusat Statistik (BPS) sebagai penyedia data statistik terpercaya terus
melakukan perbaikan kearah yang lebih maju. Data-data yang dikumpulkan BPS pun dikumpulkan dengan cara
yang semakin canggih yaitu salah satunya dengan memanfaatkan penggunaan teknologi,
Big Data. Kualitas publikasi data BPS sendiri hari ini sudah semakin baik,
sehingga BPS diamanahkan sebagai “pemasok utama” data dasar bagi pemerintah.
Dengan demikian, satu data Indonesia dapat terwujud dengan kualitas data
yang dapat dipercaya.
Indonesia sebagai Negara agraris dengan jumlah
penduduk yang mencapai 270.203.917 jiwa (Berdasarkan sensus penduduk 2020).
Persoalan ini semakin genting jika tidak diiringi dengan peningkatan
produktivitas hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negri.
Selain itu, dunia pertanian menghadapi tiga masalah utama yaitu: 1) aging
farmer atau penuaan petani karena rendahnya regenerasi di bidang pertanian;
2) rendahnya kualitas sumber daya petani; 3) sebagian besar pertanian Indonesia
masih menggunakan teknologi tradisional dan terbatasnya produk olahan
agroindustry. Konsekuensinya Indonesia harus segera melakukan percepatan dan
transformasi teknologi dari natural resources agriculture ke agriculture based
on smart farming technology. Penerapan metode smart farming 4.0 bisa menjadi
solusi untuk berbagai permasalahan di sektor pertanian Indonesia. Masa depan
pertanian Indonesia adalah pertanian yang cerdas berbasis teknologi.
Smart farming 4.0 merupakan metode
pertanian cerdas berbasis teknologi yang menggunakan Artificial Intelligence
(AI) untuk memudahkan pekerjaan petani. Penerapan metode smart farming 4.0
bukan sekedar tentang penerapan teknologi pertanian. Namun, kunci utama dari
metode ini adalah tentang data yang terukur. Hal ini menunjukan bagaimana
pentingnya data dan teknologi menjadi jalan kesuksesan dan kesejahteraan suatu
bangsa. Beberapa teknologi smart farming mencakup Teknologi Blockchain untuk Pertanian Off Farm Modern, Agri Drone Sprayer (Drone Menyemprotkan
Pestisida dan Pupuk Cair), Drone Surveillance (Drone untuk Pemetaan Lahan),
Sistem Irigasi Cerdas (Smart Irrigation), dan Agriculture War Room (AWR).
Para petani seringkali masih harus
berhadapan dengan panjangnya rantai distribusi, sehingga tidak jarang para
petani terjebak dalam kondisi dimana harga beli lebih rendah daripada harga
pasar. Tentunya kondisi ini sangat merugikan para petani. Dengan teknologi
blockchain, kondisi rantai pasok yang terdiri dari petani, ketua kelompok tani,
pabrik pengolah, retailer dan kondisi produksi, pengiriman, pembayaran,
pembelian dan penjualan hasil pertanian mampu terdokumentasi secara efisien dan
transparan. Teknologi ini hadir sebagai solusi pertanian off farm yang akan mendekatkan petani
dengan konsumen dan menciptakan sinergi erat antara petani, pengusaha pertanian
dan konsumen.
Penggunaan pestisida dalam usaha
pertanian dapat meningkatkan produksi tanaman. Namun, hal ini akhirnya
meningkatkan ketergantungan petani terhadap penggunaan pestisida dan resistensi
tanaman yang tinggi terhadap pestisida. Selain itu, aplikasi pestisida dengan
penyemprotan secara manual berpotensi merusak tanaman dan jika tidak dilakukan
dengan hati-hati akan sangat berbahaya bagi kesehatan petani. Hal ini
dikarenakan kandungan bahan kimia pestisida yang berbahaya, tidak boleh
bersentuhan langsung dengan kulit, terhirup atau kontak dengan mata manusia. Oleh
karena itu, Drone sprayer adalah solusi bagi permasalahan ini. Drone sprayer
adalah pesawat “nirawak” yang berfungsi untuk menyemprotkan pestisida
untuk membasmi organisme pengganggu tanaman. Drone mampu bekerja mandiri sesuai
pola yang diinginkan menggunakan perangkat android dan dipandu dengan GPS.
Drone atau Unmanned Aerial Vehicle
(UAV) merupakan perkembangan teknologi dalam bidang pemetaan suatu lahan
pertanian. Bila dibandingkan dengan citra satelit yang hanya mampu
mengakomodasi 40 cm/pixel, penggunaan drone sebagai alat bantu pemetaan ini
lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan biaya, jangkauan lebih luas ke
wilayah yang memiliki keterbatasan akses sehingga hasil yang didapat juga
memiliki akurasi yang lebih tinggi (BBSDLP 2020). Selain itu, adanya soil and
weather sensor (sensor tanah dan cuaca) yang dipasang di lahan pertanian akan
membantu petani memantau, mengukur dan mencatat kondisi tanaman. Petani juga
dengan mudah mengetahui data kelembaban tanah, suhu, pH tanah, kadar air, dan
perkiraan waktu panen sawah garapannya. Disamping itu, petani juga akan
mendapatkan rekomendasi agar tidak terjadi kerusakan terhadap lahan dan
tanaman.
Pengairan atau irigasi merupakan faktor
penting dalam industri pertanian. Pengairan Sawah dengan cara tradisional sering
tidak efisien dan melebihi kebutuhan. Selain itu, juga menghabiskan banyak
waktu hanya untuk mengairi tanaman sehingga tidak efektif.
Oleh karena itu,
diperlukan teknologi yang secara otomatis melakukan pengairan yang efektif dan
efisien dengan memperhatikan ketepatan waktu, jumlah, sasaran dan menjangkau
area yang luas dalam upaya peningkatan produktivitas maupun perluasan areal
tanaman. Salah satu teknologi yang dimaksud, adalah sistem irigasi cerdas
(smart irrigation) yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
AWR adalah sebuah terobosan teknologi
yang dimiliki oleh Kementrian Pertanian. Fungsi AWR adalah pengawasan dan
pengendalian serangan hama, memantau penyebaran benih dan bibit unggul, alat
komunikasi langsung antara pemerintah dan petani dengan sensor data hasil
produksi pertanian. Teknisnya adalah, beberapa daerah pertanian yang
memungkikan diberikan CCTV dan koneksi sehingga kegiatan diskusi dan control
dapat terlaksana dengan cepat dan akurat. Untuk itu, ketersediaan data
pertanian yang dapat diandalkan sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan
merupakan hal yang sangat penting dan berperan dalam menyusun program,
kebijakan, dan pencapaian target pembangunan pertanian di masa depan.
Keberlanjutan Smart Farming 4.0 sangat
tergantung kepada ketersediaan data (big data) yang berkualitas, jaringan
internet, lembaga pengelola, SDM yang kompeten, regulasi pemerintah, dukungan
dana pemerintah, dan tentunya partisipasi petani. Petani milenial mempunyai
peran penting terhadap keberhasilan Smart Farming 4.0 ini. Estafet petani selanjutnya adalah
berpundak pada generasi muda yang ditandai dengan adanya peningkatan inovasi
dan kreativitas, penggunaan teknologi dan melek akan pentingnya data statistik.
Karena, untuk melanjutkan pembangunan di sektor pertanian, dibutuhkan
dukungan dari SDM pertanian yang maju, mandiri, dan modern. Hal ini sejalan
dengan langkah yang diambil oleh Kementrian Pertanian yang menargetkan 2.5 juta
petani milenial hingga 2024 dan juga senada dengan visi Badan Pusat Statistik
yaitu sebagai “Penyedia Data Statistik Berkualitas untuk Indonesia Maju”
Smart farming 4.0 merupakan masa depan sekaligus
cita-cita pertanian di Indonesia. Modernisasi pertanian dengan pemanfaatan data
dan teknologi merupakan strategi atau batu locatan untuk meningkatkan
produktivitas pertanian di Indonesia, sehingga kedepannya lahan sawah tidak
lagi digarap secara langsung oleh para petani melainkan digarap dengan
kecerdasan buatan yang dapat secara otomatis untuk bekerja menanam padi di
lahan sawah. Kapala Deputi Bidang Statistik Produksi BPS RI , Bapak H. Habibullah S.Si, M.Si dalam memperingati
Hari Statistik Nasional ke-26 mengatakan bahwa “Program perlu aksi, dukungan
perlu ambisi, siasat harus dengan inovasi”. Jadi, bukan tidak mungkin untuk
dilakukan jika semua pihak terkait mau bersama-sama bersinergi untuk revolusi dan
kemajuan dunia pertanian di Indonesia.
Komentar0