Jakarta, - Dampak pandemi terasa di berbagai sektor, menjalar ke sektor-sektor vital dalam perekonomian nasional. Perbankan menjadi satu pilar ekonomi nasional yang langsung merasakan hentakan dampak pandemi ini.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah dilancarkan pemerintah digunakan dalam beberapa kluster target. Perbankan menjadi salah satu sektor yang diberi perhatian khusus pemerintah melalui penempatan uang negara.
Menyusul terbitnya PMK No.70/ PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, bank negara menjadi salah satu instrumen pemulihan. Selain itu, Menteri Keuangan secara terbuka telah mengatakan dalam rangka penyelamatan perbankan, uang negara ditempatkan pada beberapa bank milik negara yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank-Bank Milik Negara). Tujuannya jelas, untuk menghindari risiko anjloknya aktivitas finansial di lingkup nasional sekaligus percepatan kebangkitan ekonomi.
“Untuk itu Pak Erick Thohir telah mencanangkan bahwa kita harus merestrukturisasi business model sehingga bisa berkontribusi lebih optimal dan meningkatkan value,” ungkap Kartika Wirjoatmodjo, S.E., M.B.A., Wakil Menteri BUMN.
*Fokus Sektor Riil*
“Saat ini perbankan kita anggap sebagai yang strategis, karena menciptakan nilai tambah. Khususnya dalam kondisi Covid-19 ini tentunya kita berharap sekali Mandiri, BRI, BNI, dan BTN berperan aktif dalam memulihkan ekonomi nasional,” jelas Kartika Wirjoatmodjo.
Pandemi memberikan efek bervariasi pada berbagai sektor usaha. Sektor riil adalah yang paling terdampak dan berpotensi mengakibatkan PHK. Tiga sektor paling terdampak menurut Kementerian BUMN adalah transportasi dan pergudangan, ekstraksi migas, serta konstruksi. Sedangkan, sektor jasa keuangan adalah salah satu yang terdampak akan tetapi masih dalam level moderat, dan diperkirakan akan recover dalam 1-2 tahun ke depan.
Dalam Program PEN, ada beberapa kebijakan terkait industri perbankan. Dalam subsidi bunga, dilakukan melalui BPR, perbankan, dan perusahaan pembiayaan. Selain itu ada KUR, Umi, Mekaar, dan Pegadaian. Sedangkan dalam penempatan dana, ada penempatan dana pemerintah sebagai penyangga likuiditas bank pelaksana, diatur dalam PMK 64, dan penempatan dana pada bank umum yang kini dilakukan melalui Himbara, diatur dalam PMK 70.
Dalam penjaminan kredit modal kerja UMKM, diatur dalam PMK 71 yang diberikan langsung ke BUMN Jamkrindo dan Askrindo. Serta alokasi dana cadangan penjaminan dan imbal jasa dari APBN. Terakhir, pinjaman modal kerja untuk sektor korporasi dan padat karya. “Saya rasa ini harapan yang besar. Mungkin akselerasinya akan terlihat di triwulan 4 nanti,” ujar Kartika.
“Terkait dukungan program pemerintah, kami telah menyalurkan Rp 16,2 triliun kepada 27.854 nasabah. Kita mengakselerasi kredit ini dengan inovasi melalui teknologi berbasis digital. Ini membantu kita mempercepat penetrasi kredit produksi ini,” papar Royke Tumilaar, Direktur Utama Bank Mandiri.
“Ada 538.376 nasabah dengan pipeline Rp 118,4 triliun sudah kita restrukturisasi. Bentuknya dengan penundaan pembayaran cicilan dan bunga. Di segmen UMKM dengan subsidi bunga, juga ada bantuan langsung yang disalurkan telah Rp 284 miliar kepada 486.103 keluarga penerima manfaat (KPM). Juga ada program sembako kepada lebih dari 2.886.272 KPM dengan nilai Rp 2,56 triliun,” jelasnya.
"Dari total Rp 10 triliun yang ditempatkan pemerintah, kami telah menyusun pipeline. Dan penyaluran kami akan sebesar kurang-lebih Rp 30 triliun. Kita coba tiga kali lipat. Semoga sampai akhir September bisa terealisir,” tambah Royke.
Dalam penyaluran PEN secara umum, Bank Mandiri mengalokasikan 27 persen untuk corporate, 19 persen untuk commercial, 27 persen untuk KUR dan KUM, 24 persen untuk SME, dan 3 persen untuk KSM.
*Risiko Pertumbuhan Kredit*
Selain Bank Mandiri, Bank BRI menjadi salah satu bank pemerintah yang ditugasi dalam PEN. Untuk BRI saja, realisasinya telah mencapai Rp 24,93 triliun dengan 583.517 debitur. “Hubungan kontraknya adalah hukum yang memayungi deposito. Jadi sama seperti kita menempatkan deposito di bank, tetapi bank menerima deposito Rp 10 triliun itu harus menyalurkan dalam bentuk kredit,” terang Sunarso, Direktur Utama Bank BRI.
Dalam rangka mendukung PMK 71 terkait pemberian asuransi kredit untuk pinjaman di bawah Rp 10 miliar, Bank BRI telah melakukan launching produk pinjaman KMK Tangguh yang telah terealisasi Rp 348,96 miliar untk 768 debitur. “Dengan berbagai stimulus ini kami harus gerak cepat untuk segera menyalurkannya ke grassroot, ke UMKM. Dan nggak boleh terhambat, harus cepat. Kami masih berani menarget pertumbuhan kredit sekitar 4-5 persen,” kata Sunarso.
“Apakah kemudian program penjaminan dan dana penempatan itu memadai? Dan apa itu menjadi resolusi yang menyelesaikan (masalah)? Subsidi bukan merupakan program baru dari pemerintah. Selama ini sudah ada?” papar Mukhammad Misbakhun, S.E., M.A., anggota DPR RI Komisi XI, mengawali tanggapannya.
Penempatan di bank-bank negara menjadi “pertaruhan” sekaligus diharapkan menjadi percontohan. Tahap awal dengan penempatan dana sebesar Rp 30 triliun melalui Himbara ini ke depan bisa bertambah jika berhasil mendorong sektor riil yang terdampak pandemi. Ke depan, bank umum akan menjadi instrumen lanjutan dengan berpedoman pada keberhasilan bank-bank negara mengelola programnya.
Di sinilah tantangannya sebenarnya, ketika perbankan negara dipercaya merampungkan urusan internalnya sekaligus di waktu yang sama benar-benar hadir pada sektor-sektor produktif (pertanian, perkebunan, jasa, perdagangan, dan perindustrian).
“Yang belum kita temukan adalah grafik berapa titik tertinggi Covid-19 dan berapa palung bawah ekonomi kita akan turun. Inilah yang harus diantisipasi. Ekonomi kita di-drive oleh konsumsi yang didapatkan dari 267 juta masyarakat Indonesia, yang 34,5 persen pertumbuhan ekonomi kita dari sektor rumah tangga. Begitu sektor rumah tangga terpukul, statistik bulan Maret konsumsi kita turun 50 persen padahal baru setengah bulan PSBB. April turun lagi 50 persennya. Mei-Juni naik-turun,” jelas Misbakhun.
“Menurut saya, perbankan ini posisinya di tengah. Makronya kalau tidak kita bangun dan sektor riilnya, tentu bank sebagai lembaga intermediasi akan terjadi stagnasi perbankan. Supaya industri tetap tumbuh, yang terjadi adalah uang dijual uang, bukan mendorong sektor riil. Bank-bank besar akan tetap hidup,” ungkap Misbakhun mempermasalahkan strategi PEN.
Sumber penerimaan terbesar negara, yaitu dari pajak, mengalami konstraksi yang hebat akibat pandemi. “Penerimaan pajak kita baru sekitar 35 persen,” kata Misbakhun. Hal ini membuat hutang negara menjadi sebuah pilihan.
“Terus-terang kita mencoba untuk merevisi target pertumbuhan kredit dengan melihat perkembangan ekonomi semester kedua ini. Pastinya, bank enggak mungkin-lah akan tahan-tahan pertumbuhan kredit kalau memang ada opportunity untuk lakukan ekspansi. Peran kita untuk menyalurkan dana dalam kredit itu selalu kita lihat positif ke depannya,” jelas Royke menjawab kekhawatiran langkah perbankan menyalurkan kredit. “Memang belum selesai. Masih dalam simulasi kami. Dan risk management juga,” pungkasnya.
“Saya rasa di pasca pandemi, pertumbuhan kredit harus dalam kondisi moderat, ya. Karena kan situasi ekonomi dalam kondisi tidak normal. Kalau kondisi normal kemarin kisarannya 8-10 persen. Sekarang ini kalau ada di 4-5 persen sudah bagus. Tapi kalau bank nasional bisa lebih tinggi untuk segmen (usaha) kecil-menengah,” ujar Kartika, Wamen BUMN.
“Dalam situasi pandemi ini, subsidi-subsidi bunga sangat diperlukan terutama oleh UMKM. Penting sekali,” tanggap Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima. “Komisi VI dengan mitra kerja Kementerian BUMN dan perbankan (negara) meminta untuk terus memastikan kredit yang diberikan adalah kredit modal kerja. Bukan kredit untuk investasi,” tutur Aria Bima.
Penempatan dana pemerintah di perbankan untuk memberikan jaminan bagi bank yang melakukan restrukturisasi, dan penyaluran kredit bagi perusahaan dengan impact besar, memiliki permintaan tinggi dan menyerap tenaga kerja besar pula,” pungkasnya.(red)
Acara ini adalah penyelenggaraan ketiga dari Rangkaian Serial Diskusi Pemulihan Ekonomi Nasional ke depan yang akan dilakukan dalam 8 subtema melibatkan berbagai stakeholders dalam kebijakan pemulihan ekonomi nasional.
Sekolah Politik Indonesia (SPI) adalah program yang diselenggarakan Yayasan Cemara Sembilanbelas. SPI menjadi program yang berkomitmen melakukan penguatan kapasitas politik dan pelatihan bagi para stakeholders.
Salah satu program utama SPI adalah penyelenggaraan diskusi strategis mengenai isu penting terkini. Para narasumber yang diundang pun terdiri dari pihak pemerintah (Menteri terkait), akademisi, praktisi, dan para pengamat. Serial diskusi ini pun melibatkan dukungan berbagai instansi.
Komentar0