Mataram, - Kekerasan terhadap pejuang lingkungan kembali terjadi. Pada 28 Januari 2019 di Lombok Tengah sekira pukul 03.00 WITA, rumah Murdani Direktur Eksekutif WALHI Nusa Tenggara Barat (NTB) dibakar oleh oknum tak dikenal. Bara api menyala sekitar 45 menit hingga mampu dipadamkan, akibatnya rumah dan kendaraan milik Murdani terbakar.
WALHI NTB, dalam press release-nya menyatakan bahwa Murdani berpendapat pembakaran rumahnya sangat mungkin terjadi karena aktivitas WALHI NTB yang terus mengkritisi aktivitas pertambangan di propinsi tersebut, dan menduga dilakukan oleh oknum pengusaha tambang bermasalah yang dikritisi oleh WALHI NTB. Apalagi sebelumnya sudah ada ancaman kepada Murdani karena protesnya terhadap pembangunan yang mengabaikan lingkungan hidup.
"Kejadian yang menimpa Murdani merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Pembela HAM atas Lingkungan. Mengacu pada Laporan Situasi Pembela HAM atas Lingkungan periode November 2017 - Desember 2018 yang ELSAM terbitkan, terdapat 8 (delapan) hak yang dilanggar akibat tindakan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap Pembela HAM atas Lingkungan yang meliputi: pelanggaran terhadap integritas personal; hak atas kebebasan; hak untuk berpindah; hak untuk bertempat-tinggal; hak atas hidup; hak perempuan; hak anak; dan hak atas rasa aman. Pembakaran terhadap kediaman Murdani jelas merupakan pemberangusan terhadap hak atas rasa aman, juga mengancam hak atas hidup ia beserta keluarga bahkan warga disekitar pemukimannya. Pembakaran terhadap properti juga merenggut haknya atas penghidupan yang layak," papar Wahyu Wagiman
Direktur Eksekutif.
Selain itu, kata dia laporan tersebut menerangkan pula bahwa tindakan intimidasi adalah bentuk pelanggaran yang paling sering terjadi sepanjang tahun 2018. Dalam kasus Murdani, pola intimidasi tersebut kembali terjadi. Pembakaran tempat tinggalnya meninggalkan pesan kuat bahwa perlawanan yang selama ini ia lakukan terhadap aktivitas pertambangan justru akan menjadi bumerang terhadap dirinya. Intimidasi tersebut dilakukan dengan harapan menekan suara para pembela HAM atas lingkungan di Indonesia dalam memanifestasikan hak – hak sipilnya.
"Kami mendorong agar asumsi Murdani tentang terlibatnya oknum pengusaha tambang dalam kasus ini dibuktikan oleh pihak Kepolisian. Hal tersebut bukan hal yang tidak mungkin, sebab jika dilihat dari polanya, negara dan perusahaan adalah aktor paling dominan dalam kasus kekerasan dan ancaman kekerasan yang menimpa Pembela HAM atas Lingkungan," sambung Wagiman.
Lebih lanjut ia mengatakan negara bagaimanapun memiliki tanggung jawab dan kewajiban terbesar melindungi Pembela HAM atas Lingkungan. Tanggung jawab dan kewajiban ini juga sekaligus mencakup penyelesaian atas setiap kasus kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap Pembela HAM atas Lingkungan serta pemulihan setiap hak yang terampas dari mereka. PBB melalui Deklarasi Pembela HAM yang disahkan pada 9 Desember 1998 telah mengamanatkan perlindungan terhadap Pembela HAM, termasuk Pembela HAM atas Lingkungan di setiap negara, termasuk di Indonesia. Kasus pembakaran rumah Murdani jelas makin menjauhkan Pemerintah Indonesia dari amanat tersebut.
Melalui pernyataan sikap ini, Elsam menyatakan keprihatinan yang mendalam atas peristiwa yang menimpa Murdani dan menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan peraturan pelaksana Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup guna memastikan perlindungan hukum bagi Pembela HAM atas Lingkungan;
Menuntut pihak Kepolisian Daerah NTB untuk mengusut pelaku dan motif pembakaran serta mendorong agar pelaku dihukum melalui poses peradilan yang jujur dan adil;
Mendesak pemulihan hak Murdani secara judisial maupun non - judisial oleh negara, serta oleh perusahaan apabila keterlibatannya terbukti;
Menuntut penguatan peran Pemerintah Daerah dalam memastikan agar ekspansi bisnis tidak melanggar HAM dan merusak lingkungan.(red)
Komentar0